Selintas kita pernah memperhatikan satu bagian anggota tubuh yaitu pada jari. Dari sebelumnya orang menghargai sidik jari sebagai lengkungan-lengkungan biasa tanpa makna, kumpulan garis garis yang terbentuk di permukaan kulit jari-jari tangan ternyata tidak satupun pola sidik jari manusia di dunia yang sama, termasuk mereka yang terlahir kembar identik memiliki pola yang khas dan berbeda. Sidik jari merupakan penanda otentik yang unik bagi setiap orang, khas sehingga sidik jari dapat dijadikan tanda pengenal manusia. Tanda pengenal biometrik selain sidik jari adalah bentuk wajah, suara dan retina. Namun yang paling banyak digunakan adalah teknologi sidik jari. Dalam perkembangannya sidik jari dipelajari, dikembangkan menjadi ilmu identifikasi yang disebut daktiloskopi. Keunikan yang dimiliki sidik jari manusia ini baru ditemukan di akhir abad ke-19 M padahal abad ke-7 M Al Qur’an sudah mengabarkannya kepada manusia.

“Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang-belulangnya? Ya, bahkan Kami mampu menyusun (kembali) ujung jari-jarinya dengan sempurna.” (QS Al Qiyamah ayat 3-4).

Dalam kehidupan sehari-hari saat mesin fingerprint marak diproduksi banyak dipakai sebagai alat identifikasi dan merekam kehadiran pegawai, karyawan di instansi, lembaga, organisasi atau dunia industri. Fenomena fingerprint sebagai alat perekam kehadiran yang menggunakan sidik jari kembali menggeliat dengan segala kontroversinya. Menggeliat dari tidurnya, seolah-olah kembali menata posisi diri agar lebih nyaman dan aman. Bangun dari disfungsinya ketika surat edaran dari pemerintah selaku ulil amri kembali sampai dimeja. Tiap tahun, setiap bulan bahkan tiap pekan dengan 5 hari kerja harusnya kita sodorkan jari sebagai tanda kehadiran bekerja. Penuh kontroversi karena masih banyak yang menginginkan kebebasan diri dalam mengatur waktu kerja sesuai nafsu kepentingan yang jauh dari sirine hati.

Awal tahun 2022 kembali muncul sebagai stimulan setelah reda masa pandemi. Sebuah ikhtiar pemerintah dalam rangka meningkatkan kedisiplinan dengan sebuah harapan meningkatkan produktifitas, berkinerja efektif dan efisien, atau disebut profesional. Dalam ajaran Islam, sikap professional itu dapat dikaitkan dengan pengertian “itqon” yang berasal dari kata yang seakar dengan “taqwaa”. Dalam salah satu hadits riwayat Baihaqi,

Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT mencintai jika seorang dari kalian bekerja, maka ia itqân (profesional) dalam pekerjaannya.” (HR Baihaqi )

Demikian juga setiap muslim hendaknya dalam bekerja memiliki sikap amanah, hal ini dijelaskan pada Firman Allah SWT yang artinya:

“Hai rang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui “(Q.S. Al Anfal Ayat 27)

Seseorang dengan berbagai statusnya, baik ASN, honorer atau pegawai di sebuah lembaga, instansi dan organisasi dituntut profesional dan berintegritas. Tidak hanya integritas intelektual-keilmuan tetapi juga integritas moralnya. Bekerja sesuai porsi waktu yang ditentukan dan datang pulang tepat waktu walau tanpa pengawasan. Di sekolah secara internal pengawas terdekat adalah kepala sekolah, pengawas lembaga Direktur atau Yayasan dan secara eksternal ada pengawas sekolah. Namun jangan lupa dan harus disadarkan bagi diri kita yang mungkin biasa pura-pura lupa bahwa ada pengawasan melekat (waskat) yang tidak pernah jeda yaitu pengawasan Sang Pencipta.

Diceritakan dalam sebuah riwayat bahwa pada suatu saat Amirul Mu’minin, Khalifah Umar bin Khattab radiallahu ‘anhu pernah melakukan suatu perjalanan dari Madinah ke Mekkah. Di tengah perjalanan tersebut beliau bertemu dengan seorang anak kecil pengembala kambing. Karena melihat banyaknya jumlah kambing yang sedang digembalakannya, seketika muncul keinginan Umar untuk menguji kejujuran si anak kecil sang pengembala tersebut. Umar berhenti dan berkata, “Wahai, anak pengembala, juallah kepadaku seekor saja dari kambingmu itu.” Si anak kecil yang tidak mengetahui bahwa dia sedang berhadapan dengan Sang Khalifah, mendengar permintaan tersebut ia berkata, “Tidak bisa tuan, saya hanyalah seorang budak yang bertugas memberinya makan, bukan pemiliknya. Saya tidak berhak menjual kambing-kambing ini kepada siapa pun, dan jika tuan tetap ingin membelinya, maka belilah kepada majikanku sebagai pemiliknya.” Mendengar jawaban tegas si anak, Umar terus membujuk, “ Tidak perlu khawatir, jika engkau menjual satu saja kepadaku dari sekian banyaknya kambing ini, majikanmu tentu tidak akan mengetahuinya. Atau katakan saja kepada pemiliknya nanti bahwa satu ekor dari kambing yang kamu gembalakan telah dimakan serigala”.

Ternyata si anak gembala tetap tidak tergoda dengan bujukan Sang Khalifah, tanpa keraguan ia menjawab, “Tuan benar, bisa saja majikanku tidak akan mengetahui ada salah satu kambingnya yang hilang, atau ia mungkin juga akan percaya jika kukatakan bahwa salah satu kambingnya yang kugembalakan ini telah mati karena dimakan srigala, tetapi dimana kah Allah? Bukankan Allah Yang Maha Mengetahui pasti mengetahui seandainya aku melakukan perbuatan tersebut? Bukan kah Allah selalu mengawasi setiap perbuatan para hambaNya?”

Mendengar kejujuran sang anak, Khalifah Umar meneteskan air mata lantaran sangat terharu dengan penuturan sang anak terebut, namun hatinya tersenyum dan batinnya merasa puas. Ternyata dibalik penampilannya yang hanya seorang pengembala kambing dan berstatus budak, ia menyimpan rasa ketakwaan yang kuat tertanam di dalam hatinya. Ketaatannya kepada Allah itulah yang melahirkan sikap kejujuran dan amanah dalam melaksanakan tanggung jawab yang dipikulkan kepadanya. Di akhir cerita, akhirnya Sang Khalifah menebus kebebasan si anak pengembala.

Harapan terbaik adalah kita semua dapat mengambil inspirasi dari kisah anak gembala yang sederhana dengan status budaknya yang mampu mengimplementasikan ihsan saat menggembala kambing tuannya. Fingerprint hanyalah sebuah alat dan media pengawasan manusia tetapi yang hendaknya kita sadar ada pengawasan melekat dari Allah Sang Pencipta.

Talaga, 11 Januari 2022 #Nasihat untuk diri pribadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *