Narcissistic Personality Disorder (NPD)

Dalam era disrupsi digital yang begitu pesat, organisasi modern dituntut untuk terus berinovasi dan adaptif. Seluruh level kepemimpinan baik yang memegang posisi selaku CEO, Manajer, atau mungkin Supervisor atau pengawas, tidak hanya berperan sebagai pemimpin, tetapi juga harus memainkan peran sebagai fasilitator perubahan. Melibatkan generasi muda yang cerdas dan penuh energi, penerapan sistem pembinaan yang inovatif menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan harmonis. Pembinaan yang efektif tidak hanya berfokus pada target kinerja, namun juga pada pengembangan potensi individu dan tim, sehingga tercipta sinergi yang kuat dalam mencapai tujuan organisasi.

Kepemimpinan transformatif yang mampu menginspirasi dan memberdayakan anggota tim adalah kunci keberhasilan organisasi. Kita ambil contoh misal peran supervisor atau pengawas yang memang harus melakukan pengawasan dan pembinaan kepada karyawan atau staf. Jika seorang pengawas tidak mampu menunjukkan kepemimpinan yang transformatif, maka ia hanya akan menjadi seorang manajer yang sekedar menjalankan tugas. Kepemimpinan yang pasif dan tidak visioner akan sulit membawa organisasi keluar dari zona nyaman dan mencapai potensi maksimalnya. Atau kepemimpinan yang aktif tetapi masih dengan teknik manajerial serta paradigma lama yang tidak sesuai situasi terkini apalagi jauh dari etika dan norma yang berlaku maka akan tercipta lingkungan kerja yang tidak produktif dan akan mengganggu tujuan dan capaian sebuah organisasi.

Salah satunya gangguan personal yang dapat menjauhkan lingkungan kerja dari zona nyaman dan produktif adalah persoil mengalami Gangguan Kepribadian Narsistik, atau dalam istilah psikologi adalah NPD (Narcissistic Personality Disorder). NPD adalah suatu kondisi mental di mana seseorang memiliki perasaan yang berpusat pada kepentingan dirinya sendiri secara berlebihan.

Ciri-ciri Orang dengan NPD:

  • Percaya Diri yang Tinggi (Tapi Rentan): Mereka sering merasa diri mereka sangat penting dan unggul dibandingkan orang lain. Namun, di balik itu, mereka sangat sensitif terhadap kritik dan mudah tersinggung.
  • Kebutuhan Akan Pujian: Mereka sangat haus akan pujian dan pengakuan dari orang lain.
  • Kurang Empati: Mereka sulit merasakan atau memahami perasaan orang lain. Mereka cenderung mementingkan diri sendiri dan tidak peduli dengan dampak tindakan mereka pada orang lain.
  • Fantasi tentang Keberhasilan: Mereka sering berfantasi tentang kesuksesan, kekuasaan, atau kecantikan yang luar biasa.
  • Merasa Berhak: Mereka merasa berhak mendapatkan perlakuan istimewa dan sering menuntut perhatian dari orang lain
  • Memanipulasi Orang Lain: Mereka sering memanipulasi orang lain dengan membuat label negatif dengan tuduhan yang tidak berdasar untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Penyebab pasti NPD belum diketahui secara pasti, namun beberapa faktor yang mungkin berperan antara lain:

  • Faktor Genetik: Kemungkinan adanya faktor genetik yang membuat seseorang lebih rentan terhadap NPD.
  • Pengalaman Masa Kecil: Pengalaman masa kecil yang traumatis atau kurangnya perhatian dari orang tua dapat memicu perkembangan NPD.
  • Faktor Lingkungan: Lingkungan sosial yang terlalu memanjakan atau terlalu kritis juga dapat menjadi pemicu.

Taghaful

Taghaful dalam Islam adalah sebuah konsep yang indah dan mendalam, yang mengacu pada sikap melupakan kesalahan orang lain atau pura-pura tidak mengetahuinya. Ini adalah sebuah akhlak mulia yang dianjurkan dalam Islam karena memiliki banyak manfaat bagi individu dan masyarakat.

Mengapa Taghaful Penting?

  • Memperkuat Ukhuwah: Dengan melupakan kesalahan orang lain, kita memperkuat tali persaudaraan dan ukhuwah Islamiyah. Sikap ini menciptakan suasana yang harmonis dan saling memaafkan.
  • Menjaga Hati: Memendam dendam dan terus mengingat kesalahan orang lain hanya akan menyakiti hati kita sendiri. Taghaful membantu menjaga hati tetap tenang dan damai.
  • Mencontoh Nabi: Rasulullah SAW adalah contoh terbaik dalam menerapkan taghaful. Beliau selalu memaafkan kesalahan sahabat-sahabatnya dan tidak pernah menyimpan dendam.
  • Menumbuhkan Kebaikan: Ketika kita melupakan kesalahan orang lain, kita membuka pintu untuk kebaikan yang lebih besar. Sikap ini mendorong orang lain untuk berubah menjadi lebih baik.

Kapan Harus Menerapkan Taghaful?

Taghaful sebaiknya diterapkan dalam berbagai situasi, terutama ketika:

  • Kesalahan yang dilakukan tidak terlalu besar dan tidak berdampak serius.
  • Orang yang bersalah telah menunjukkan penyesalan.
  • Kita ingin menjaga hubungan baik dengan orang tersebut.

Kapan Tidak Boleh Menerapkan Taghaful?

Meskipun taghaful adalah akhlak yang mulia, ada beberapa situasi di mana kita tidak boleh menerapkannya, seperti:

  • Ketika kesalahan yang dilakukan sangat besar dan merugikan banyak orang.
  • Ketika orang yang bersalah tidak menunjukkan penyesalan dan terus mengulangi kesalahannya.
  • Ketika kita perlu mengambil tindakan untuk melindungi diri atau orang lain dari bahaya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *